Menunggu Kabar dari BI, Rupiah Sementara Menguat vs Dolar AS

Berita, Teknologi72 Dilihat

Jakarta, CNBC Indonesia – Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah sikap wait and see pasar perihal Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) dan transaksi berjalan Indonesia.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka menguat 0,03% terhadap dolar AS di angka Rp15.315/US$ pada perdagangan hari ini Selasa (22/8/2023). Selang beberapa menit kemudian, rupiah sempat menguat hingga titik terendahnya Rp15.300/US$. Hal ini berbanding terbalik dengan pelemahan Senin (21/8/2023) yang ditutup di angka Rp15.320/US$.



Fluktuasi rupiah hari ini dipengaruhi sentimen dalam dan luar negeri.

Dari dalam negeri akan dirilis data NPI dan transaksi berjalan pada Selasa (22/8/2023) untuk periode kuartal-II 2023. Sebagai catatan, NPI mencatat surplus US$ 6,5 miliar sementara transaksi berjalan surplus sebesar US$ 3,0 miliar atau 0,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I-2023.

Data transaksi berjalan akan menggambarkan seberapa jauh ekspor Indonesia sudah terimbas oleh perlambatan ekonomi global sementara data NPI akan menggambarkan apakah investor asing sudah mulai tertarik masuk ke Indonesia di tengah masih kencangnya ketidakpastian global.

Jika transaksi berjalan dan NPI ambruk maka bukan tidak mungkin investor akan semakin meninggalkan pasar keuangan Tanah Air karena menilai Indonesia kurang menarik. Alhasil, hal ini akan berdampak pada nilai tukar rupiah yang melemah.

Selain itu pada Kamis pekan ini, akan ada dua data penting, yakni indeks harga properti dan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, termasuk suku bunga acuan. BI diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% pada rapat yang akan digelar pada Rabu dan Kamis pekan ini (23-24 Agustus 2023).

Baca Juga  Anies dan Cak Imin Blak-blakan Isi Pembicaraan Dengan Habib Rizieq

Dari eksternal. pergerakan saham kemarin juga dipengaruhi oleh keputusan bank sentral China (PBoC) yang memangkas suku bunga loan prime rate untuk tenor 1 tahun menjadi 3,45% dari 3,55%. Pemangkasan tersebut merupakan upaya PBoC untuk membantu pemulihan ekonomi China yang tengah lesu.

Beralih ke AS, pekan ini pelaku pasar menanti Simposium Ekonomi Jackson Hole di Wyoming selama tiga hari, yang diselenggarakan setiap tahun oleh Bank Sentral AS (The Fed) wilayah Kansas City sejak 1981.

Pada acara tersebut akan ada pidato dari Chairman The Fed, Jerome Powell. Apa yang akan disampaikan Powell inilah yang ditunggu-tunggu pasar. Pasalnya, hal tersebut bisa memberikan gambaran lebih jelas terhadap kebijakan apa yang akan diambil ke depan.

Sebagai informasi, sebelumnya pada pekan lalu, risalah FOMC mengisyaratkan adanya potensi bahwa AS akan bersikap hawkish untuk mengatasi naiknya inflasi AS masih ada. Imbasnya terlihat pada imbal hasil Treasury AS tenor 10 kemarin ditutup di angka 4,34%. Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak the global financial crisis di tahun 2007.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

[Gambas:Video CNBC]


Artikel Selanjutnya


Rupiah Menguat ke Rp 14.750/USD, Efek Investor “Buang” Dolar?

(rev/rev)


Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *