Penyebab Buruknya Kualitas Udara di Jakarta

Berita, Teknologi70 Dilihat

Jakarta: Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Erni Pelita Fitratunnisa mengatakan memburuknya kualitas udara di Jakarta disebabkan banyak faktor. Antara lain, kondisi cuaca, arah angin, hingga suhu.
 
“Memasuki Mei hingga Agustus kualitas udara memburuk di mana konsentrasi polutan udara meningkat. Kondisi akan membaik saat musin hujan pada September hingga Desember,” ujar Erni dalam Forum Diskusi Denpasar 12 Edisi ke-158, dengan tema Perbaikan Kualitas Udara di Kota-Kota Besar Indonesia, Rabu, 22 Agustus 2023.
 
Ia mengatakan Pemprov DKI Jakarta mempunyai lima Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), baik fix station dan mobile station. Masyarakat dapat melihat pantauan kualitas udara di Jakarta melalui aplikasi JAKI.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Berdasarkan analisis Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, penyebab memburuknya kualitas udara di Jakarta dipengaruhi sektor transportasi sebesar 44 persen. Lalu, industri energi 31 persen, perumahan 14 persen, manufaktur 10 persen, dan komersial 1 persen.
 
Erni menegaskan Pemprov DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi pencemaran udara. Antara lain mengeluarkan berbagai peraturan pengendalian kualitas udara, uji emisi, hingga pedoman angkutan berbasis listrik. Teranyar, Pemprov DKI tengah menggodok desain besar pengendalian pencemaran udara berbentuk peraturan gubernur (pergub).
 

Direktur Lalu Lintas Jalan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Cucu Mulyana mengatakan tingginya angka kemacetan di Jakarta berkorelasi dengan tingkat pencemaran udara. Berdasarkan study World Bank pada 2019, Jakarta menempati posisi ke 10 sebagai kota termacet di dunia. Selain menyebabkan kerugian Rp65 triliun per tahun akibat kemacetan, masyarakat juga dirugikan dengan pencemaran udara.
 
Menurut Cucu, masih tingginya angka kemacetan di Jakarta disebabkan masih enggannya masyarakat menggunakan transportasi umum. Sementara itu, penggunaan kendaraan pribadi kian tinggi.
 
Berdasarkan data Kemenhub, pengguna transportasi umum di Indonesia masih di angka di bawah 20 persen. Sementara, pertumbuhan kendaraan pribadi naik 8 persen per tahun.
 
Cucu menguraikan beberapa solusi jangka pendek mengatasi kemacetan yang berdampak pada pencemaran udara. Di antaranya memberlakukan kebijakan WFH/WFO, perluasan area dan jam ganjil genap, penerapan electronic road pricing (ERP), penaikan tarif parkir, hingga pemasifan penggunaan kendaraan berbasis listrik termasuk bagi ASN.
 
“Sementara, solusi jangka panjangnya ialah pengetatan pengujian emisi gas buang, percepatan penggunaan kendaraan bermotor berbasis baterai, hingga pembangunan dan pengembangan transportasi massal yang moderen di kawasan perkotaan,” beber Cucu.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id

(AGA)

Quoted From Many Source

Baca Juga  Semester I, Pendapatan GOTO Melesat 102% Tembus Rp 6,9 T

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *